berlangganan

pls

Pages

Senin, 15 Maret 2010

Imajinasi yang Abadi (Cerita seorang anak adam kepada putranya)

Anakku, mohon maaf jika aku sering bercerita mengenai Kakekmu, Mbah Ruslani. Aku sering melebih-lebihkan mengenai beliau, padahal aku sendiri tidak begitu mengetahui dan tidak terlalu banyak yang aku dapatkan informasi seperti apa sebenarnya beliau, karena aku sudah ditinggal beliau pergi untuk selama-lamanya saat aku umur 7-8 tahun, seumurmu sekarang.

Hanya beberapa penggalan ingatan yang bias kuceritakan, itupun karena sangat membekas kejadiannya, selebihnya cerita itu aku dapat dari Kakak-kakakku atau Pakdhe dan budhe mu

Kisah I
Suara gelegar petir menyambar salah satu pohon dari empat pohon cemara tinggi di pinggir sungai dekat rumahku. Seingatku, saat itu kakekmu sedang membetulkan genting bocor di atas gudang padi milik kami, kakekmu terjatuh beberapa detik setelah gelegar suara petir yang memecahkan suasana cengkerama sore itu.
Beliau terhuyung-huyung sambil mendekap dada karena menahan kesakitan. Diatas genting, beliau dengan suara serak memanggil minta tolong kepada anak-anaknya. Kami semua saat itu sangat sigap, beberapa kakakku langsung memanjat tangga naik keatas genting dan memandu kakekmu yang sempat terduduk dan sangat lunglai dengan menuruni tangga.
Itulah awal dari kekosongan jiwa ini, karena setelah kejadian itu, kakekmu menggigil dan terkulai lemas di pembaringan dipan cat hijau. Beliau tiba-tiba tidak sadarkan diri, aku melihat suasana sangat gaduh.
Aku melihat kepanikan mereka, ada yang teriak cari mobil, dan segera bawa ke Rumah Sakit, karena kakekmu koma. Mereka mengangkat tubuh Ayahku dan dimasukkan ke dalam mobil dan entah dibawa ke Rumah sakit mana, aku tidak tahu.
Sampai suatu hari, setelah hampir satu bulan aku tidak melihat rupa maupun suara beliau. Pagi itu suasana rumah seperti mendung menggelayut, banyak orang berkumpul, ada yang memasang tratak , menata kursi, aku tidak tahu ada apa sebenarnya. Aku lari menuju pawon, disitu banyak juga orang-orang, mak-mak dan istri tukang kemit pada sibuk seperti mau ada kenduren saja, pikirku polos. Aku tidak curiga dan tidak memiliki firasat apap-apa.

Suara Raungan Sirine Ambulance
Hingga terdengar sayup-sayup suara sirine dari kejauhan, mendekat dan semakin jelas dan nyaring suaranya, seakan menuju tempat saya berdiri.
Benar juga, sekonyong-konyong, aku telah melihat ribuan orang berkerumun dan tumplek blek menyambut mibil bersirine itu, mobil ambulance putih milik rumas Sakit di Pekalongan.
Aku melihat mereka berebut ingin menurunkan keranda yang disana terbujur seseorang dan tergeletak kaku dari dalam mobil itu dan dibawa masuk ke ruang depan rumahku.
Ribuan orang lainnya ingin masuk dan berebut melihat Ayahku yang sudah terbujur seperti layaknya orang tidur. Ayahku kembali dibaringkan di dipan sesaat setelah beliau terjatuh satu bulan yang lalu. Kepala beliau menghadap utara.
Aku melihat semua orang dengan muka sembab, dan tidak sedikit pula yang menangis, menjerit histeris, tapi aku tidak tahu dan tidak paham kenapa mereka melakukan seperti itu.
Sekali lagi aku katakan, saat itu aku tidak tahu arti meninggal, wafat, mati, maupun arti pergi untuk selama-lamanya…………………….
Hingga adik dari kakek ku mendekat dan menuntunku menuju dan mendekat ke pembaringan itu serta meminta aku untuk mencium kening ayahku untuk terakhir kalinya….Aku tersentak ketika beliau bilang untuk terakhir kalinya…….aku tersadar, beliau telah menyadarkan aku apa arti meninggal, beliau menjelaskan apa itu arti wafat maupun mati.
Pecah sudah air mataku, kudekap erat tubuh ayahku sekuat-kuatnya, kupanggil-panggil nama beliau, tetapi tidak ada jawaban sepatah katapun, mulut beliau terkatup, kugoyang-goyangkan tubuhnya, tetapi tidak juga bergerak……..
Aku membalikkan badan, melihat orang sekeliingku, mereka menunduk dan tak sanggup menjawab pertanyaanku……………..

Anak-anakku, aku tidak ingin kalian bersedih dan patah semangat………kalian harus kuat, biarpun depan kalian bumper truk dan belakang kalian bumper kereta api, diatas kalian ada palu godam besar siap menghantam kalian. Tetaplah bertahan, dan bertahan………

Ungaran, awal Maret 2010
By WAA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follower

Tentang saya

Foto saya
Ungaran, Kabupaten Semarang, Indonesia

Foto Produk

Foto Produk
produk lainnya: Bantal Dacron

Cari Blog Ini